— 🍂 —
“Jeffrey???” seru Ethan terkejut begitu melihat sosok pria yang ia kenal berada didalam sana.
“Ah, Ethan? Kamu udah bangun?” Jeffrey mencoba bangkit dari posisi tidurnya, sedikit meringis.
Ethan bergegas mendekati ranjang, matanya menangkap sebuah laptop MAC yang tergeletak dengan mengenaskan diatas lantai dekat nakas.
Oh, sepertinya benda itu yang menimbulkan suara dentuman keras tadi.
“Lo daritadi didalem kamar? Gak berangkat kerja?” tanya Ethan tanpa menggubris ucapan Jeffrey.
Pria itu mengangguk pelan.
“Lo sakit ya?”
Jeffrey menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Cuma sakit perut biasa kok, sekarang udah gapapa.”
“Sakit perut? Kenapa bisa—” Ethan terdiam, seketika kejadian kemarin terlintas dipikirannya. Ia menatap Jeffrey dengan pandangan yang sulit diartikan, matanya memanas.
“Eh—kok nangis???” Jeffrey panik saat melihat air mata lolos begitu saja melewati pipi gembil Ethan.
“Maaf Jeff, maaf.. Hiks— Gara-gara gue, lo jadi sakit gini..”
Jeffrey menggeleng pelan. “Ethan—”
“K-kemaren gue emang ngidam makanan itu.. Hiks— Tapi gak tau kenapa— Gue malah pengen makanan itu biar lo yang makan..” Ethan menarik nafasnya dalam. “Harusnya w-waktu itu lo gak usah nurutin perkataan gue.. Hiks— Pasti gak akan kaya gini jadinya..” lanjutnya dengan sesenggukan.
Jeffrey tersenyum lebar, hatinya menghangat mendengar perkataan Ethan barusan. “Enggak, ini bukan gara-gara kamu, Ethan. Lagian aku juga gak keberatan sama sekali waktu itu.” tangannya menangkup wajah pria mungil itu, menghapus jejak air mata disana. “Udah jangan nangis, aku beneran gapapa kok.”
“T-tapi— Huwaaaa..”
“Sshh.. It's okay, Ethan. It's okay.” Jeffrey menarik Ethan kedalam pelukan, tangannya mengusap kepala belakang pria mungil itu dengan lembut. “Kamu pasti belum sarapan ya? Maaf aku gak sempet bikinin tadi. Kamu mau makan apa? Nanti biar aku masak—”
“Gak usah masak, lo lagi sakit, Jeff..” gumam Ethan pelan di ceruk leher Jeffrey.
“Aku udah mendingan, Ethan.”
“Kita pesen aja.”
“Tapi—”
Ethan menarik diri dari pelukan. “Mau gue yang masak?!” ancamnya.
Oh tidak, itu ide buruk.
Ethan & dapur adalah kombinasi yang buruk.
“Jangan! Nanti dapurnya— Eh, maksudnya— Aku gak mau kamu kenapa-kenapa di dapur.” Jeffrey meneguk ludah kasar begitu dapat tatapan tidak mengenakkan dari Ethan. “O-oke, kita pesen makanan aja. Kamu yang pilih ya?” finalnya.
Ethan mengangguk, kemudian ia mengambil ponsel pada sakunya dan mulai memesan makanan lewat aplikasi disana.