— 🌃 —

“Kak Jongin.”

Merasa namanya terpanggil, Jongin mendongak menatap lelaki mungil yang kini tengah berdiri di hadapannya. “Taeyong?”

“Hai, kak. Boleh duduk?”

“Oh—iya, ayo duduk.”

Hening.

“Kak? Kok malah bengong?” tanya Taeyong heran karna Jongin sedari tadi hanya diam menatapnya, tidak mengatakan apapun.

“Ah, maaf.” Jongin mengusap tengkuknya canggung. “Aku pangling banget liat kamu sekarang, Yong. You looks different.”

Taeyong mengerjapkan matanya lucu, lalu terkekeh kecil. “Beda apanya, kak? Kayaknya dari dulu aku gini-gini aja deh.”

“Enggak, kamu beda banget dari terakhir kali aku liat dulu.” Jongin tersenyum manis. “Kamu sekarang keliatan lebih ceria—juga makin manis.”

“Ah, kak Jongin bisa aj—”

“Dia emang manis. Manis banget malah.” tiba-tiba saja suara bariton menginterupsi obrolan mereka dan sontak membuat keduanya menoleh bersamaan.

Jongin menatap bingung pria asing itu yang —entah dari mana asalnya— kini menduduki dirinya disebrang meja, sebelah Taeyong. “Maaf, anda siapa ya?”

“Gue ini pacar—Aw! Sakit sayang!” Jaehyun mengaduh dan meringis kesakitan, ia mengusap-usap pinggangnya yang terkena cubitan maut Taeyong.

“Pacar?” Jongin mengangkat satu alisnya, menatap Taeyong heran—meminta penjelasan.

“Err—maaf sebelumnya, kak.” Taeyong melirik Jaehyun sekilas. “Sebenernya aku dateng kesini gak sendiri, tapi aku bawa pacar. Dia sendiri yang maksa ikut sih.”

Jaehyun membuka mulutnya—hendak melayangkan protes, tapi langsung bungkam begitu mendapatkan death glare dari Taeyong.

Jongin terdiam sesaat, ia menatap Taeyong dan pria disebelahnya bergantian sebelum menyunggingkan senyum ramahnya.

“Oh, jadi dia pacar kamu sekarang?” Jongin mengulurkan tangannya pada Jaehyun. “Salam kenal. Gue Jongin.”

Pria berdimples itu menjabat sekilas tangan Jongin. “Jaehyun. Pacar Taeyong.”

“Kamu tuh kalo kenalan yang bener!” bisik Taeyong penuh tekanan pada Jaehyun.

Jaehyun tidak mengindahkan ucapan Taeyong dan malah mengecup gemas pipi kekasihnya itu. Ia tertawa begitu melihat wajah Taeyong yang memerah seperti kepiting rebus, tapi tak lama kemudian tawa itu berubah menjadi sebuah ringisan—karna kekasihnya mencubit pinggangnya berkali-kali.

Jongin hanya terkekeh melihat tingkah pasangan lovey dovey dihadapannya, ia pun berdeham pelan. “Kita pesen makan dulu, oke? Abis itu kita ngobrol santai.”

. . . . .

“Woah—jadi kak Jongin minggu depan mau nikah?! Selamat ya, kak!” Taeyong menatap buku undangan di tangannya dengan mata yang berbinar-binar.

“Makasih, Yong. Nanti jangan lupa dateng, ya?”

“Aku pasti dateng, kak! Hehe”

“Pacarnya juga boleh diajak kok.” goda Jongin melirik pria disebelah Taeyong.

Jaehyun hanya tersenyum tipis.

“Oh iya, kak. Kenapa calonnya gak diajak makan malem sekalian?” tanya Taeyong penasaran.

“Dia gak bisa, Yong. Kita gak dibolehin ketemu dulu sampe hari H. Minggu kemarin pas aku pertama kali ngajak kamu itu tadinya mau sekalian dikenalin juga, tapi kamunya malah gak bisa.”

“Ah, itu.. Maaf ya kak.”

“Gapapa, bukan salah kamu kok. Kamu bisa liat dia di altar nanti.”

Taeyong mengangguk semangat. “Semoga lancar sampai hari-H ya, kak.”

“Amen. Kalian juga, semoga langgeng terus ya sampe ke jenjang yang serius.”

“Semoga.” Taeyong melihat kebawah begitu merasakan remasan lembut pada punggung tangannya, itu ulah kekasihnya—Jaehyun.

Taeyong tersenyum, ia membalikkan tangannya, menelusupkan jari-jari mungilnya di sela jemari tangan Jaehyun dan memeluknya erat. Rasanya sangat nyaman dan hangat, Taeyong menyukainya.