— Meet —
Sudut bibir Jeffrey terangkat begitu melihat sosok mungil yang familiar sedang menangkupkan wajahnya di atas meja bar, tanpa ragu ia mendekatinya dan duduk tepat disebelahnya.
Ethan—sosok mungil itu masih bergeming, sepertinya belum menyadari kehadiran Jeffrey.
Jeffrey mencondongkan tubuhnya. “Wake up, pinky boy.” bisiknya rendah tepat di telinga Ethan.
Ethan berjengit dan menegapkan tubuhnya cepat. “Fuck.” ia menatap tajam pria asing disampingnya. “Bisa gak sih lo manggil dengan cara yang normal?!”
Jeffrey—pria asing itu hanya menampilkan senyum miringnya, tidak menggubris ocehan Ethan sama sekali. Ia mendaratkan siku diatas meja dan menompang dagu dengan tangannya.
Mendengus sebal, Ethan menatap Jeffrey dari atas sampai bawah. “Jadi lo, orang yang hamilin gue?”
“You didn't remember me?” tanya Jeffrey heran.
“Ngapain juga gue mesti inget sama orang-orang yang pernah jadi partner ONS?”
Jeffrey menatap Ethan datar. “Lo masih nyari partner ONS setelah main sama gue?”
“Enggak.” jawab Ethan jujur.
“Why?”
Ethan menggedikkan bahunya. “Entah, gue gak mood.”
Sudut bibir Jeffrey sedikit terangkat, ia menegapkan badannya dan bangkit dari kursi. “Ayo.”
“Kemana?” tanya Ethan bingung.
“Mobil. Disini terlalu bising.”
•••
“So, there is my baby?”
“Ini buktinya kalo lo gak percaya.” Ethan menyodorkan beberapa hasil testpacknya.
Jeffrey langsung mengambilnya dan menatap alat itu satu per satu dalam diam.
Ethan menghembuskan nafas kasar. “Kalo lo waktu itu pake kondom, gak bakal jadi gini urusannya.”
Jeffrey menghentikan aktifitasnya, ia menaruh alat itu di dashboard dan menatap Ethan yang kini sedang menundukkan kepalanya.
“Ethan.”
“Hm?”
“Lo nyesel?”
Ethan menggeleng pelan. “I dunno.” ia menggigit bibir bawahnya. “I just affraid..”
Jeffrey menghela nafas pelan. “Lo gak usah takut, gue serius kok bakal tanggung jawab semuanya.”
'Lo gak ngerti situasi gue, Jeff.' ujar Ethan dalam hati.
Ethan mendongak, menatap Jeffrey serius. “Jeffrey.”
“Ya?”
“Lo pengen bayi-nya, 'kan?”
Jeffrey terdiam sebentar sebelum mengangguk kecil.
“Okay.” Ethan menarik nafas dalam. “Berhubung ini bayi darah daging lo juga, I'll keep it.”
“Tapi setelah bayi-nya lahir, gue bakal pergi. Kita bener-bener putus kontak, dan anggep aja gak saling kenal satu sama lain.”
Jeffrey bergeming, tangannya mencengkram stir dengan kuat.
Ethan menghembuskan nafas berat. “Gimana? Deal? Kalo lo gak mau, gue bakal gugurin—”
“Deal.” sela Jeffrey cepat.
Ethan sedikit terkejut begitu mendengar Jeffrey menjawabnya tanpa ragu, kemudian ia tersenyum simpul.
“Tapi mulai sekarang, lo tinggal di tempat gue.” Jeffrey menatap Ethan datar. “Sampe bayi-nya lahir.”
“Hah?!”