— 🏠 —
. . . . .
“Ethan, aku pulang!” ujar Jeffrey begitu memasuki apartemen miliknya. Matanya bergerak menelusuri sekitar ruangan, mencari pujaan hatinya.
Kosong. Tidak ada Ethan disana.
Jeffrey melempar jas dan tas kerjanya asal ke atas sofa. Tangannya sibuk membuka dua kancing atas kemejanya, dilanjut dengan ngendurkan sedikit dasinya. Tak lupa Jeffrey menyisir rambutnya kebelakang dengan jemarinya, itu kebiasaannya saat pulang kerja. Lalu ia mengambil beberapa bingkisan makanan manis dan bergegas ke kamar Ethan.
“Ethan, kamu didalem?”
Hening.
“Aku bawa makanan manis, banyak banget nih. Mau gak?”
Hening lagi.
“Ada macaroon, ubi manis, cake, cookies, coklat—”
Daun pintu itu terbuka sebelum Jeffrey menyelesaikan ucapannya.
Tapi Jeffrey dibuat heran. Pasalnya, daun pintu itu hanya terbuka sedikit dan ada sebuah tangan mungil muncul dari dalam sana. Dengan posisi telapak tangan diatas.
“Kamu ngapain?” tanya Jeffrey seraya menatap tangan mungil itu.
Masih tidak ada suara. Hanya ada pergerakan dari tangan itu, seolah-olah meminta sesuatu.
Jeffrey berfikir sejenak, lalu mulutnya membulat begitu menyadari apa maksud dari lelaki mungilnya itu.
Jeffrey menyeringai.
Dengan pelan, Jeffrey menaruh bingkisan itu di lantai. Ia menunduk sedikit dan—
Jeffrey mengecup telapak tangan Ethan.
Disertai jilatan dengan lidahnya—
Ethan spontan memekik kencang dan menarik tangannya cepat.
Pintu akhirnya terbuka.
Rencana Jeffrey berhasil. Tapi—
“JEFFREY SIALAN!!!” pekik Ethan seraya meremat dan menarik rambut tebal Jeffrey dengan kencang.
“Ampun, Than! Lepasin! Sakit!” Jeffrey mengaduh kesakitan, seketika ia menyesali perbuatannya.
“Maksud lo apa tadi, hah?! Jilat-jilat tangan gue biar apa?! Jijik tau gak?!!!”
“Iya, iya maaf! Abisnya kamu ngapain coba, tangannya doang yang keluar? 'Kan aku jadi gemes!”
“Lo bener-bener ya!” Ethan mendengus kesal. “Gue itu minta bingkisannya! Bukan minta dicium dan dijilat-jilat!”
Jeffrey tau itu.
“Kamu gak suka, ya?” tanya Jeffrey dengan wajah yang dibuat polos.
“Kenapa malah bahas itu???!!!”
“Aw—iya, iya! Maaf! Lepasin ya, Ethan? Please, sakit banget loh ini..”
Ethan menghembuskan nafas jengah, ia dengan pelan melepaskan rematan pada rambut Jeffrey.
Disisi lain Jeffrey menghela nafas lega, ia bersyukur karna rambutnya bisa terselamatkan.
“Maaf..” sesal Jeffrey dengan sungguh-sungguh.
Ethan menjulurkan telapak tangannya yang dipenuhi oleh beberapa helai rambut. “Gue juga minta maaf.”
Itu rambut Jeffrey—
“Gapapa, nanti juga numbuh lagi.” Jeffrey tersenyum, miris. “Ini, mau dimakan di kamar atau di ruang tv?”
“Sekarang jam berapa?” tanya Ethan.
“Hm?” Jeffrey mengecek jam tangannya. “Jam delapan malem?”
Mata Ethan membulat sempurna. Ia menarik tangan Jeffrey dan membawanya ke ruang tv, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Remot, Jeff! Nomor 5!” titah Ethan begitu sampai di ruangan dan duduk manis diatas sofa.
Jeffrey menurut dan langsung mengganti channel tv sesuai dengan apa yang Ethan pinta. Ia tidak ingin lelaki mungilnya itu kesal dan kembali menarik rambutnya.
Spongebob SquarePants! Spongebob—
Ah, pembukaan acara ini..
Kini Jeffrey mulai mengerti, ternyata Ethan ingin memakan makanan manisnya di ruang tv seraya menonton acara favoritnya.
Lelaki mungil itu begitu fokus hingga tidak menyadari Jeffrey menatapnya lembut, penuh kasih sayang.
Jeffrey menyayangi Ethan, ia mencintainya. Sangat.
Jeffrey juga menyayangi janin yang berada di dalam perut Ethan. Buah hatinya.
“Aku tinggal mandi dulu ya.” Jeffrey mengusap lembut rambut Ethan dan bangkit dari duduknya.
Ethan menahan tangan Jeffrey saat pria itu ingin beranjak pergi.
“Tenang, nanti aku balik lagi.”
“Bukan itu.”
“Terus?”
“A-air hangatnya udah aku siapin..” ujar Ethan pelan, ia memalingkan wajahnya sembarang. Wajahnya memanas.
Jeffrey tersenyum lebar, ia gemas dengan tingkah malu-malu kucing pujaan hatinya itu.
“Ethan..”
“A-apa?”
“Liat sini.”
Ethan mendecak pelan, tapi ia menurut dan kembali menatap Jeffrey.
Jeffrey tersenyum, lagi. Kemudian tanpa aba-aba, Jeffrey mengecup bibir Ethan sekilas.
“Makasih, sayang.”
Setelah mengucapkan itu, Jeffrey bergegas pergi ke kamarnya. Ia takut rambutnya akan jadi korban lagi—
Sedangkan Ethan, ia terdiam membisu. Ia terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya.
Hingga Ethan melewatkan beberapa menit acara favoritnya..