Fujoz

  1. A man of virtue
  2. BJ alex
  3. Love is an illusion
  4. Painter of the Night
  5. Here u are
  6. Cherry Blossoms After Winter
  7. Killing stalking
  8. A guy like u
  9. Sign
  10. 19 days
  11. Make me bark
  12. Blood bank
  13. The Baker on the First Floor
  14. Heaven & Hell Roman Company
  15. Youjin
  16. Window to window
  17. If you hate me so
  18. Sweet man
  19. Cry for me
  20. From points
  21. A week of lust
  22. I'm Yours, Blood and Soul
  23. Not a sugar daddy
  24. BL motel
  25. Room to room

Taeyong keluar dari kamar, ia sudah berpakaian rapih. “Bibi.” panggilnya pada pelayan yang sedang berdiri di depan pintu kamar sebelahnya.

“Ah, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?” tanya pelayan wanita itu.

Taeyong menatap pintu kamar dihadapannya. “Bibi ngapain di depan kamar Presdir Jung?”

“Saya mau bangunin Tuan Jung, Tuan..”

“Biar saya aja, bi.”

“Tapi Tuan—”

“Tenang aja, percayakan sama saya, bi. Hehe”

Pelayan itu mengangguk ragu. “Baiklah. Langsung masuk aja, Tuan. Pintunya gak dikunci.”

“Siap, bi!”

“Kalau gitu saya permisi dulu, Tuan.”

Taeyong tersenyum dan mengangguk sebagai balasan.

Tok tok tok

“Presdir, saya masuk ya?”

Taeyong membuka pintu kamar Jaehyun dengan mudah, terlihat disana seorang pria yang masih tertidur dengan lelap.

“Masih tidur ternyata.” gumam Taeyong pelan, ia berjalan mendekatkan diri ke kasur. “Dia kalo lagi tidur gini, keliatan kalem banget. Gak nyeremin, beda banget kalo lagi sadar.”

Taeyong berlutut di lantai, dengan kedua tangannya di sisi kasur seraya menumpu kepalanya.

“Presdir Jung.” ujar Taeyong seraya menatap wajah damai atasannya. “Sebenernya dia itu ganteng, gue akui itu. Tapi sayang, tingkahnya dingin banget kayak es balok. Coba kalo enggak, beuh.. Udah gue gebet dah ni orang dari dulu.”

Tanpa sadar Taeyong terus memandangi wajah Jaehyun yang terlelap.

“Udah puas mandangin wajah saya, Lee?”

Taeyong terkejut, ia menjauhkan dirinya dengan cepat.

Jaehyun hanya menatap datar Taeyong, “Siapkan saya setelan.” ujarnya seraya meregangkan badan dan beranjak dari kasur.

Taeyong masih diam bergeming.

“Lee?”

Taeyong tersentak, ia mengerjap-ngerjap matanya lucu. “H-hah? A-apa Presdir? Maaf tadi saya tidak dengar..”

“Saya mau mandi, siapkan baju untuk saya pakai ke kantor.”

“Kenapa harus—” Taeyong mengulum bibirnya, menghentikan ucapannya setelah mendapatkan tatapan tajam dari atasannya itu. “B-baik, Presdir.”

Tanpa mengatakan apapun, Jaehyun melangkahkan kaki ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Meninggalkan Taeyong yang tengah menyumpahinya dengan sumpah serapah dalam hati.

'Jaehyun sialan!'

“I'M HOME, BABY~!”

Ethan yang sedang duduk manis seraya menonton film cartoon kesukaannya memutar bola matanya malas. “Ini udah malem, jangan teriak-teriak. Berisik.”

Jeffrey tersenyum manis, menghiraukan omelan Ethan. Ia meletakkan tasnya seraya mendekat kepada si mungil.

“Ngapain lo deket-deket?” “Jauh-jauh sana! Ugh, lo b-bau matahari!”

“Kenapa malah senyam-senyum, sih?! Lo gak denger gue, ya?!”

“Denger, sayang.”

“Demi Tuhan, Jeff. Gue merinding.” “Lo kenapa sih? Aneh banget, sumpah.”

Jeffrey tersenyum. “Gapapa.”

Cup.

“Aku mandi dulu. Abis itu, aku potongin semangkanya.” Jeffrey bangkit dari duduknya. “Tunggu, okay?”

“Sial, jantung gue kenapa berulah lagi?!”


“Ini, semangkanya.”

“Thanks.”

“Gimana? Manis?”

Ethan menggangguk semangat.

“Sekarang aku udah jago ya, milih semangkanya?”

“Pfft, baru bisa milih semangka yang manis aja lo udah bela...gu.”

“Ethan? Are you ok—Aduh!!”

“I-ini rambut lo kenapa masih b-basah?! Lo g-ga bisa ngeringin rambut, ya?!”

Jeffrey mendesis. “Males pake hairdryer, Than.” “Lagipula, aku gak mau buat kamu kelamaan nunggu. Nanti juga kering sendiri.”

'GAPAPA BUAT LO, TAPI GAK BUAT GUE. JEFFREY!'

'Sial, kenapa dia malem ini keliatan ganteng banget?! Sejak kapan dia ganteng gini???'

Glup.

'L-lekukan badannya juga kebentuk jelas, nyetak di kaos item yang dia pake.. Mungkin itu karna air yang ngalir dari rambutnya, ya? Air dari ujung rambutnya turun ke lehernya.. Terus ngelewatin tulang selangkanya.. Dada bidangnya.. Perut six-packnya.. Terus...'

Plak!

“ETHAN?! Kenapa kamu nampar pipi sendiri?!”

“Gue gapapa..” bisik Ethan pelan.

“Sini aku liat. Pasti sakit, kan?”

“Gue bilang gapapa!”

Bugh!

“Cepet ambil hairdryer! Gue keringin rambut lo!”

“T-tapi—”

“Ce-pet. Am-bil. Se-ka-rang.”

“O-okay!”

'Bego. Gue bego! Bisa-bisanya mikir kayak gituan! Mesum banget lo, Ethan! Argh!!!'


“I'M HOME, BABY~!”

Ethan yang sedang duduk manis seraya menonton film cartoon kesukaannya memutar bola matanya malas. “Ini udah malem, jangan teriak-teriak. Berisik.”

Jeffrey tersenyum manis, menghiraukan omelan Ethan. Ia meletakkan tasnya seraya mendekat kepada si mungil.

“Ngapain lo deket-deket?” “Jauh-jauh sana! Ugh, lo b-bau matahari!”

“Kenapa malah senyam-senyum, sih?! Lo gak denger gue, ya?!”

“Denger, sayang.”

“Demi Tuhan, Jeff. Gue merinding.” “Lo kenapa sih? Aneh banget, sumpah.”

Jeffrey tersenyum. “Gapapa.”

Cup.

“Aku mandi dulu. Abis itu, aku potongin semangkanya.” Jeffrey bangkit dari duduknya. “Tunggu, okay?”

“Sial, jantung gue kenapa berulah lagi?!”


“Ini, semangkanya.”

“Thanks.”

“Gimana? Manis?”

Ethan menggangguk semangat.

“Sekarang aku udah jago ya, milih semangkanya?”

“Pfft, baru bisa milih semangka yang manis aja lo udah bela...gu.”

“Ethan? Are you ok—Aduh!!”

“I-ini rambut lo kenapa masih b-basah?! Lo g-ga bisa ngeringin rambut, ya?!”

Jeffrey mendesis. “Males pake hairdryer, Than.” “Lagipula, aku gak mau buat kamu kelamaan nunggu. Nanti juga kering sendiri.”

'GAPAPA BUAT LO, TAPI GAK BUAT GUE. JEFFREY!'

'Sial, kenapa dia malem ini keliatan ganteng banget?! Sejak kapan dia ganteng gini???'

Glup.

'L-lekukan badannya juga kebentuk jelas, nyetak di kaos item yang dia pake.. Mungkin itu karna air yang ngalir dari rambutnya, ya? Air dari ujung rambutnya turun ke lehernya.. Terus ngelewatin tulang selangkanya.. Dada bidangnya.. Perut six-packnya.. Terus...'

Plak!

“ETHAN?! Kenapa kamu nampar pipi sendiri?!”

“Gue gapapa..” bisik Ethan pelan.

“Sini aku liat. Pasti sakit, kan?”

“Gue bilang gapapa!”

Bugh!

“Cepet ambil hairdryer! Gue keringin rambut lo!”

“T-tapi—”

“Ce-pet. Am-bil. Se-ka-rang.”

“O-okay!”

'Bego. Gue bego! Bisa-bisanya mikir kayak gituan! Mesum banget lo, Ethan! Argh!!!'


— 🏠 —

. . . . .

“Ethan, aku pulang!” ujar Jeffrey begitu memasuki apartemen miliknya. Matanya bergerak menelusuri sekitar ruangan, mencari pujaan hatinya.

Kosong. Tidak ada Ethan disana.

Jeffrey melempar jas dan tas kerjanya asal ke atas sofa. Tangannya sibuk membuka dua kancing atas kemejanya, dilanjut dengan ngendurkan sedikit dasinya. Tak lupa Jeffrey menyisir rambutnya kebelakang dengan jemarinya, itu kebiasaannya saat pulang kerja. Lalu ia mengambil beberapa bingkisan makanan manis dan bergegas ke kamar Ethan.

“Ethan, kamu didalem?”

Hening.

“Aku bawa makanan manis, banyak banget nih. Mau gak?”

Hening lagi.

“Ada macaroon, ubi manis, cake, cookies, coklat—”

Daun pintu itu terbuka sebelum Jeffrey menyelesaikan ucapannya.

Tapi Jeffrey dibuat heran. Pasalnya, daun pintu itu hanya terbuka sedikit dan ada sebuah tangan mungil muncul dari dalam sana. Dengan posisi telapak tangan diatas.

“Kamu ngapain?” tanya Jeffrey seraya menatap tangan mungil itu.

Masih tidak ada suara. Hanya ada pergerakan dari tangan itu, seolah-olah meminta sesuatu.

Jeffrey berfikir sejenak, lalu mulutnya membulat begitu menyadari apa maksud dari lelaki mungilnya itu.

Jeffrey menyeringai.

Dengan pelan, Jeffrey menaruh bingkisan itu di lantai. Ia menunduk sedikit dan—

Jeffrey mengecup telapak tangan Ethan.

Disertai jilatan dengan lidahnya—

Ethan spontan memekik kencang dan menarik tangannya cepat.

Pintu akhirnya terbuka.

Rencana Jeffrey berhasil. Tapi—

“JEFFREY SIALAN!!!” pekik Ethan seraya meremat dan menarik rambut tebal Jeffrey dengan kencang.

“Ampun, Than! Lepasin! Sakit!” Jeffrey mengaduh kesakitan, seketika ia menyesali perbuatannya.

“Maksud lo apa tadi, hah?! Jilat-jilat tangan gue biar apa?! Jijik tau gak?!!!”

“Iya, iya maaf! Abisnya kamu ngapain coba, tangannya doang yang keluar? 'Kan aku jadi gemes!”

“Lo bener-bener ya!” Ethan mendengus kesal. “Gue itu minta bingkisannya! Bukan minta dicium dan dijilat-jilat!”

Jeffrey tau itu.

“Kamu gak suka, ya?” tanya Jeffrey dengan wajah yang dibuat polos.

“Kenapa malah bahas itu???!!!”

“Aw—iya, iya! Maaf! Lepasin ya, Ethan? Please, sakit banget loh ini..”

Ethan menghembuskan nafas jengah, ia dengan pelan melepaskan rematan pada rambut Jeffrey.

Disisi lain Jeffrey menghela nafas lega, ia bersyukur karna rambutnya bisa terselamatkan.

“Maaf..” sesal Jeffrey dengan sungguh-sungguh.

Ethan menjulurkan telapak tangannya yang dipenuhi oleh beberapa helai rambut. “Gue juga minta maaf.”

Itu rambut Jeffrey—

“Gapapa, nanti juga numbuh lagi.” Jeffrey tersenyum, miris. “Ini, mau dimakan di kamar atau di ruang tv?”

“Sekarang jam berapa?” tanya Ethan.

“Hm?” Jeffrey mengecek jam tangannya. “Jam delapan malem?”

Mata Ethan membulat sempurna. Ia menarik tangan Jeffrey dan membawanya ke ruang tv, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Remot, Jeff! Nomor 5!” titah Ethan begitu sampai di ruangan dan duduk manis diatas sofa.

Jeffrey menurut dan langsung mengganti channel tv sesuai dengan apa yang Ethan pinta. Ia tidak ingin lelaki mungilnya itu kesal dan kembali menarik rambutnya.

Spongebob SquarePants! Spongebob—

Ah, pembukaan acara ini..

Kini Jeffrey mulai mengerti, ternyata Ethan ingin memakan makanan manisnya di ruang tv seraya menonton acara favoritnya.

Lelaki mungil itu begitu fokus hingga tidak menyadari Jeffrey menatapnya lembut, penuh kasih sayang.

Jeffrey menyayangi Ethan, ia mencintainya. Sangat.

Jeffrey juga menyayangi janin yang berada di dalam perut Ethan. Buah hatinya.

“Aku tinggal mandi dulu ya.” Jeffrey mengusap lembut rambut Ethan dan bangkit dari duduknya.

Ethan menahan tangan Jeffrey saat pria itu ingin beranjak pergi.

“Tenang, nanti aku balik lagi.”

“Bukan itu.”

“Terus?”

“A-air hangatnya udah aku siapin..” ujar Ethan pelan, ia memalingkan wajahnya sembarang. Wajahnya memanas.

Jeffrey tersenyum lebar, ia gemas dengan tingkah malu-malu kucing pujaan hatinya itu.

“Ethan..”

“A-apa?”

“Liat sini.”

Ethan mendecak pelan, tapi ia menurut dan kembali menatap Jeffrey.

Jeffrey tersenyum, lagi. Kemudian tanpa aba-aba, Jeffrey mengecup bibir Ethan sekilas.

“Makasih, sayang.”

Setelah mengucapkan itu, Jeffrey bergegas pergi ke kamarnya. Ia takut rambutnya akan jadi korban lagi—

Sedangkan Ethan, ia terdiam membisu. Ia terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

Hingga Ethan melewatkan beberapa menit acara favoritnya..

— 🏠 —

. . . . .

“Ethan, aku pulang!” ujar Jeffrey begitu memasuki apartemen miliknya. Matanya bergerak menelusuri sekitar ruangan, mencari pujaan hatinya.

Kosong. Tidak ada Ethan disana.

Jeffrey melempar jas dan tas kerjanya asal ke atas sofa. Tangannya sibuk membuka dua kancing atas kemejanya, dilanjut dengan ngendurkan sedikit dasinya. Tak lupa Jeffrey menyisir rambutnya kebelakang dengan jemarinya, itu kebiasaannya saat pulang kerja. Lalu ia mengambil beberapa bingkisan makanan manis dan bergegas ke kamar Ethan.

“Ethan, kamu didalem?”

Hening.

“Aku bawa makanan manis, banyak banget nih. Mau gak?”

Hening lagi.

“Ada macaroon, ubi manis, cake, cookies, coklat—”

Daun pintu itu terbuka sebelum Jeffrey menyelesaikan ucapannya.

Tapi Jeffrey dibuat heran. Pasalnya, daun pintu itu hanya terbuka sedikit dan ada sebuah tangan mungil muncul dari dalam sana. Dengan posisi telapak tangan diatas.

“Kamu ngapain?” tanya Jeffrey seraya menatap tangan mungil itu.

Masih tidak ada suara. Hanya ada pergerakan dari tangan itu, seolah-olah meminta sesuatu.

Jeffrey berfikir sejenak, lalu mulutnya membulat begitu menyadari apa maksud dari lelaki mungilnya itu.

Jeffrey menyeringai.

Dengan pelan, Jeffrey menaruh bingkisan itu di lantai. Ia menunduk sedikit dan—

Jeffrey mengecup telapak tangan Ethan.

Disertai jilatan dengan lidahnya—

Ethan spontan memekik kencang dan menarik tangannya cepat.

Pintu akhirnya terbuka.

Rencana Jeffrey berhasil. Tapi—

“JEFFREY SIALAN!!!” pekik Ethan seraya meremat dan menarik rambut tebal Jeffrey dengan kencang.

“Ampun, Than! Lepasin! Sakit!” Jeffrey mengaduh kesakitan, seketika ia menyesali perbuatannya.

“Maksud lo apa tadi, hah?! Jilat-jilat tangan gue biar apa?! Jijik tau gak?!!!”

“Iya, iya maaf! Abisnya kamu ngapain coba, tangannya doang yang keluar? 'Kan aku jadi gemes!”

“Lo bener-bener ya!” Ethan mendengus kesal. “Gue itu minta bingkisannya! Bukan minta dicium dan dijilat-jilat!”

Jeffrey tau itu.

“Kamu gak suka, ya?” tanya Jeffrey dengan wajah yang dibuat polos.

“Kenapa malah bahas itu???!!!”

“Aw—iya, iya! Maaf! Lepasin ya, Ethan? Please, sakit banget loh ini..”

Ethan menghembuskan nafas jengah, ia dengan pelan melepaskan rematan pada rambut Jeffrey.

Disisi lain Jeffrey menghela nafas lega, ia bersyukur karna rambutnya bisa terselamatkan.

“Maaf..” sesal Jeffrey dengan sungguh-sungguh.

Ethan menjulurkan telapak tangannya yang dipenuhi oleh beberapa helai rambut. “Gue juga minta maaf.”

Itu rambut Jeffrey—

“Gapapa, nanti juga numbuh lagi.” Jeffrey tersenyum, miris. “Ini, mau dimakan di kamar atau di ruang tv?”

“Sekarang jam berapa?” tanya Ethan.

“Hm?” Jeffrey mengecek jam tangannya. “Jam delapan malem?”

Mata Ethan membulat sempurna. Ia menarik tangan Jeffrey dan membawanya ke ruang tv, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Remot, Jeff! Nomor 5!” titah Ethan begitu sampai di ruangan dan duduk manis diatas sofa.

Jeffrey menurut dan langsung mengganti channel tv sesuai dengan apa yang Ethan pinta. Ia tidak ingin lelaki mungilnya itu kesal dan kembali menarik rambutnya.

Spongebob SquarePants! Spongebob—

Ah, pembukaan acara ini..

Kini Jeffrey mulai mengerti, ternyata Ethan ingin memakan makanan manisnya di ruang tv seraya menonton acara favoritnya.

Lelaki mungil itu begitu fokus hingga tidak menyadari Jeffrey menatapnya lembut, penuh kasih sayang.

Jeffrey menyayangi Ethan, ia mencintainya. Sangat.

Jeffrey juga menyayangi janin yang berada di dalam perut Ethan. Buah hatinya.

“Aku tinggal mandi dulu ya.” Jeffrey mengusap lembut rambut Ethan dan bangkit dari duduknya.

Ethan menahan tangan Jeffrey saat pria itu ingin beranjak pergi.

“Tenang, nanti aku balik lagi.”

“Bukan itu.”

“Terus?”

“A-air hangatnya udah aku siapin..” ujar Ethan pelan, ia memalingkan wajahnya sembarang. Wajahnya memanas.

Jeffrey tersenyum lebar, ia gemas dengan tingkah malu-malu kucing pujaan hatinya itu.

“Ethan..”

“A-apa?”

“Liat sini.”

Ethan mendecak pelan, tapi ia menurut dan kembali menatap Jeffrey.

Jeffrey tersenyum, lagi. Kemudian tanpa aba-aba, Jeffrey mengecup bibir Ethan sekilas.

“Makasih, sayang.”

Setelah mengucapkan itu, Jeffrey bergegas pergi ke kamarnya. Ia takut rambutnya akan jadi korban lagi—

Sedangkan Ethan, ia terdiam membisu. Ia terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

Hingga Ethan melewatkan beberapa menit acara favoritnya..

Love Me Back


“Dek?”

SLAP—

Jaehyun mengerjapkan pelan matanya, sedikit terkejut dengan tepisan barusan. “Ah, maaf. Kamu kaget ya?”

”...”

Jaehyun mengusap tengkuknya seraya tersenyum canggung begitu lelaki mungil dihadapannya hanya diam dan menatapnya dengan intens. “Ga usah takut, dek. Saya bukan orang jahat kok.”

”...”

“Dek—”

“Jaehyun?”

Jaehyun mengerjapkan matanya lucu, masih mencerna apa yang baru saja ia dengar. Apa? “Jaehyun”?

Tanpa sadar, lelaki mungil itu terkikik geli begitu melihat raut wajah yang Jaehyun buat sekarang. Sangat lucu dan menggemaskan!

Disisi lain, Jaehyun terpesona dengan makhluk mungil dihadapannya.

“Perkenalkan, nama saya Lee Taeyong.” lelaki mungil itu tersenyum manis. “Saya orang yang tidak sengaja menabrak kamu pagi tadi.”

”...”

“Jaehyun?”

“A-ah, i-iya?”

Taeyong tertawa kecil. “Kenapa malah ngelamun? Tangan saya gak mau dijabat, nih?”

“Eh—S-saya Jung Jaehyun!” Jaehyun salah tingkah, suaranya tidak sengaja naik beberapa oktaf. “Sebelumnya saya juga minta maaf. Tadi saya kira, bapak itu anak kecil yang lagi nyasar..” lanjutnya pelan.

“Saya bener-bener keliatan seperti anak kecil, ya?”

Jaehyun mengangguk. “Iya, soalnya bapak gemesin banget! Wajahnya kecil, lucu kayak bayi! Badannya mungil, kulitnya juga putih bersih, trus matanya besar, dan bibirnya—”

Taeyong berdeham pelan, lalu menoleh ke arah lain. Telinganya merah.

Jaehyun melihat itu.

Seketika Jaehyun tersadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

Jaehyun dengan cepat menutup mulut dengan punggung tangannya, lalu ikut memalingkan wajah. Telinganya ikut merah.

“K-kamu ngapain malem-malem disini?” Mata Taeyong menyusuri sekitar taman, enggan menatap manik kecoklatan milik pria jangkung dihadapannya.

Jaehyun menjilat bibir bawahnya, entah mengapa jadi terasa kering. “Main basket..”

“Basket? Larut begini?”

“Iya, udah biasa kok.”

“Oh..”

“Bapak mau join?”

“Hah?”

One on one?

“Saya gak bisa main basket..”

Jaehyun tersenyum, ia mengulurkan sebelah tangannya. “Kalo gitu, mau belajar main basket sama saya?”


Ah, sepertinya Jaehyun sudah melupakan kejadian tadi pagi yang sempat membuatnya dongkol. Kini yang ada dipikirannya hanya Lee Taeyong, lelaki mungil yang sukses membuat perasaannya membuncah.

Perasaan apakah itu?

Love Me Back


“Dek?”

SLAP—

Jaehyun mengerjapkan pelan matanya, sedikit terkejut dengan tepisan barusan. “Ah, maaf. Kamu kaget ya?”

”...”

Jaehyun mengusap tengkuknya seraya tersenyum canggung begitu lelaki mungil dihadapannya hanya diam dan menatapnya dengan intens. “Ga usah takut, dek. Saya bukan orang jahat kok.”

”...”

“Dek—”

“Jaehyun?”

Jaehyun mengerjapkan matanya lucu, masih mencerna apa yang baru saja ia dengar. Apa? “Jaehyun”?

Tanpa sadar, lelaki mungil itu terkikik geli begitu melihat raut wajah yang Jaehyun buat sekarang. Sangat lucu dan menggemaskan!

Disisi lain, Jaehyun terpesona dengan makhluk mungil dihadapannya.

“Perkenalkan, nama saya Lee Taeyong.” lelaki mungil itu tersenyum manis. “Saya orang yang tidak sengaja menabrak kamu pagi tadi.”

”...”

“Jaehyun?”

“A-ah, i-iya?”

Taeyong tertawa kecil. “Kenapa malah ngelamun? Tangan saya gak mau dijabat, nih?”

“Eh—S-saya Jung Jaehyun!” Jaehyun salah tingkah, suaranya tidak sengaja naik beberapa oktaf. “Sebelumnya saya juga minta maaf. Tadi saya kira, bapak itu anak kecil yang lagi nyasar..” lanjutnya pelan.

“Saya bener-bener keliatan seperti anak kecil, ya?”

Jaehyun mengangguk. “Iya, soalnya bapak gemesin banget! Wajahnya kecil, lucu kayak bayi! Badannya mungil, kulitnya juga putih bersih, trus matanya besar, dan bibirnya—”

Taeyong berdeham pelan, lalu menoleh ke arah lain. Telinganya merah.

Jaehyun melihat itu.

Seketika Jaehyun tersadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

Jaehyun dengan cepat menutup mulut dengan punggung tangannya, lalu ikut memalingkan wajah. Telinganya ikut merah.

“K-kamu ngapain malem-malem disini?” Mata Taeyong menyusuri sekitar taman, enggan menatap manik kecoklatan milik pria jangkung dihadapannya.

Jaehyun menjilat bibir bawahnya, entah mengapa jadi terasa kering. “Main basket..”

“Basket? Larut begini?”

“Iya, udah biasa kok.”

“Oh..”

“Bapak mau join?”

“Hah?”

One on one?

“Saya gak bisa main basket..”

Jaehyun tersenyum, ia mengulurkan sebelah tangannya. “Kalo gitu, mau belajar main basket sama saya?”


Ah, sepertinya Jaehyun sudah melupakan kejadian tadi pagi yang sempat membuatnya dongkol. Kini yang ada dipikirannya hanya Lee Taeyong, lelaki mungil yang sukses membuat perasaannya membuncah.

Perasaan apakah itu?

— Notification —

. . . . .

“Hah?” dahi Ethan mengerenyit, ia heran saat melihat notif yang masuk pada akun twitternya. Jeffrey? JJung77? tanyanya dalam hati.

“Jeff.”

Merasa terpanggil, Jeffrey menghentikan kegiatan makannya, kemudian menatap lembut lelaki mungil dihadapannya. “Hm?”

Dengan wajah masam, Ethan menyodorkan ponselnya.

“Kenapa?”

Explain.

Jeffrey meraih ponsel itu dan mulai mengamatinya. “Oh...” ujarnya santai seraya menyerahkan kembali ponsel milik Ethan. “Itu, kita mutualan.”

Lelaki mungil itu menyipitkan matanya. “Sejak kapan? Seinget gue, ga pernah tuh gue follow atau followback akun lo?”

“Baru-baru ini, kok.” Jeffrey meneguk ludah kasar, setelah mendapati tatapan tajam dari Ethan. “Aku sendiri yang gituin.”

“Gituin apa?” tanya Ethan pelan namun penuh tekanan.

“Ya... Gituin.”

“Jeff.”

”...”

“Jeffrey.”

“Aku yang ngutak-ngatik handphone kamu.” Jeffrey segera meraih tangan Ethan. “Maaf..”

Ethan menarik paksa tangannya dan kembali melanjutkan kegiatan makannya tanpa menghiraukan ucapan Jeffrey.

“Ethan?”

”...”

“Kamu marah?”

”...”

“Sayaaaang?”

“Diem. Gue lagi makan.” ujar Ethan tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.

Jeffrey memilih bungkam. Ia menghembuskan nafas pelan sebelum kembali melanjutkan kegiatan makannya, dalam diam.

— Notif —

“Hah?” dahi Ethan mengerenyit, ia heran saat melihat notif yang masuk pada akun twitternya. Jeffrey? JJung77? tanyanya dalam hati.

“Jeff.”

Merasa terpanggil, Jeffrey menghentikan kegiatan makannya, kemudian menatap lembut lelaki mungil dihadapannya. “Hm?”

Dengan wajah masam, Ethan menyodorkan ponselnya.

“Kenapa?”

Explain.

Jeffrey meraih ponsel itu dan mulai mengamatinya. “Oh...” ujarnya santai seraya menyerahkan kembali ponsel milik Ethan. “Itu, kita mutualan.”

Lelaki mungil itu menyipitkan matanya. “Sejak kapan? Seinget gue, ga pernah tuh gue follow atau followback akun lo?”

“Baru-baru ini, kok.” Jeffrey meneguk ludah kasar, setelah mendapati tatapan tajam dari Ethan. “Aku sendiri yang gituin.”

“Gituin apa?” tanya Ethan pelan namun penuh tekanan.

“Ya... Gituin.”

“Jeff.”

”...”

“Jeffrey.”

“Aku yang ngutak-ngatik handphone kamu.” Jeffrey segera meraih tangan Ethan. “Maaf..”

Ethan menarik paksa tangannya dan kembali melanjutkan kegiatan makannya tanpa menghiraukan ucapan Jeffrey.

“Ethan?”

”...”

“Kamu marah?”

”...”

“Sayaaaang?”

“Diem. Gue lagi makan.” ujar Ethan tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.

Jeffrey memilih bungkam. Ia menghembuskan nafas pelan sebelum kembali melanjutkan kegiatan makannya, dalam diam.