Fujoz

— 🍉 —

“Lo doyan banget semangka, ya?”

Ethan menggeleng, menaruh potongan bekas semangkanya dan mengambil yang baru. “Sebenernya gak terlalu sih.”

Jeffrey menaikkan alisnya. “Masa? Ini lo hampir ngabisin 1 buah sendirian loh, Ethan.”

Menggedikkan bahu, Ethan mengigit besar potongan semangka hingga pipinya menggembung seperti hamster. “Mwungkwin bwawaan bwayi?”

“Bawaan bayi?”

“Inwi—”

“Telen dulu.” titah Jeffrey seraya mengusap air semangka yang keluar dari sudut bibir Ethan dengan tisu.

Ethan mengangguk, mengunyah sebentar lalu menelannya. “Ini kayaknya gue ngidam. Waktu itu aja pernah hampir ngabisin 2 buah sendirian.”

Ya, hampir. Jika saja Ten tidak menyuruhnya berhenti, mungkin ia akan benar-benar menghabiskan semuanya sendirian.

“2 buah?” Jeffrey menggeleng tak percaya. “Mulai sekarang dibatesin makannya, takutnya nanti lo malah kenapa-kenapa.”

Ethan menggumam seraya mengelus perutnya yang masih rata.

Mata Jeffrey fokus ke perut Ethan. “Besok kita ke dokter.”

“Ngapain?”

“USG. Sekalian cek kondisi bayi-nya.”

Ethan hanya mengangguk dan kembali memakan potongan buah lainnya.

“Eh—lo mau kemana?” tanya Ethan begitu Jeffrey beranjak dari sofa.

Jeffrey menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya. “Mandi.” ia menyeringai. “Mau ikut?”

“Boleh?” Jeffrey sedikit terkejut mendengarnya, tidak menyangka jika Ethan akan balik bertanya seperti itu.

“Kenapa enggak?” Jeffrey mendekat, mencondongkan tubuhnya pada Ethan. “Tapi gue gak yakin, kalo nanti kita didalem cuma mandi aja.” bisiknya rendah.

Tubuh Ethan meremang, suara Jeffrey terdengar begitu sexy—hingga membuat gejolak hasrat dalam dirinya naik. “I don't mind.” ia mengalungkan tangannya pada leher Jeffrey. “Just do whatever you want.”

Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi mereka berdua.

— 💤 —

Pandangan Jeffrey sedari tadi tidak lepas dari sosok mungil yang berjalan ke arahnya.

Tubuh mungil itu nampak tenggelam dengan kaos putih kebesaran dan celana training hitam miliknya yang membuat bagian bawah kakinya tak terlihat.

Jangan lupakan handuk kecil yang bertengger manis dileher jenjangnya, dengan rambut yang masih setengah basah, dan ada sedikit air menetes diujung-ujungnya.

Ethan terlihat sangat menggiur— ralat, menggemaskan!

“Kenapa liat-liat? Gue aneh, ya?” tanya Ethan yang kini sudah duduk disebrangnya.

Jeffrey menggeleng pelan, ia bangkit dari duduknya dan beranjak mendekati si mungil.

“Lo mau apa?” tanya Ethan saat Jeffrey mengambil handuk kecilnya dan duduk dikursi sebelahnya.

Tanpa banyak bicara, Jeffrey memiringkan tubuh si mungil hingga posisi mereka saling berhadapan dan mulai mengusapkan handuk itu secara perlahan dirambut Ethan.

“G-gue bisa sendiri! Lepasin!”

Jeffrey menghentikan kegiatannya, ia menunduk dan menatap Ethan datar. “Rambut lo masih basah, Ethan. Nanti lo bisa sakit kalo gak buru-buru dikeringin.”

Ethan menahan nafas sesaat begitu merasakan hembusan hangat menerpa wajah dinginnya. Ia pun meneguk ludahnya kasar, menyadari betapa dekat wajah Jeffrey yang hanya berjarak beberapa centi saja dengannya.

Jeffrey tersenyum miring, ia kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda tadi —mari mengeringkan rambut Ethan—.

Tanpa sadar Ethan memejamkan matanya, menikmati setiap usapan dikepalanya. Terasa begitu lembut hingga membuatnya mulai mengantuk.

“Ngantuk?” tanya Jeffrey begitu melihat Ethan menguap besar.

Ethan hanya bergumam seraya mengucek-ngucek matanya pelan.

Jeffrey menatap hidangan bibimbap yang sudah siap diatas meja, kemudian ia mendesah pelan. “Yaudah ayo tidur.” ujarnya seraya menuntun Ethan menuju kamarnya.

Tolong ingatkan Jeffrey agar membereskan makanannya setelah itu.

— 🌃 —

“Lo tunggu disini, gue siapin air panas dulu.” Jeffrey menaruh asal jas dan tas kerjanya disofa. “Kalo bosen setel aja TV-nya, dan kalo haus ambil minumnya di dapur.”

Ethan mengangguk paham.

Setelah mendapat respon, Jeffrey beranjak menuju kamarnya—tapi langkahnya terhenti begitu merasakan sebuah tarikan pada baju belakangnya. “Kenapa, Ethan?”

“Gue laper.”

“Lo belom makan?” tanya Jeffrey yang langsung dibalas anggukkan oleh Ethan.

“Mau makan apa? Nanti gue bikinin selagi lo mandi.”

Ethan berfikir sejenak. “Bibimbap.”

“Oke.”

Baru saja Jeffrey berbalik, Ethan sudah kembali menahan bajunya. “Apa lagi?”

“Jus semangka juga..” gumam Ethan pelan.

“Gue gak nyetok buah semangka.”

Ethan mengerucutkan bibir bawahnya tanpa sadar. “Yaudah gak usah.”

Jeffrey tersenyum kecil. “Besok kita beli, oke?” tawarnya seraya menepuk lembut puncak kepala Ethan.

Ethan tersenyum lebar, ia mengangguk semangat dengan mata besarnya yang berbinar-binar.

“Yaudah kalo gitu, gue tinggal ke kamar mandi dulu.”

Ethan lagi-lagi mengangguk sebagai balasan.

— Meet —

Sudut bibir Jeffrey terangkat begitu melihat sosok mungil yang familiar sedang menangkupkan wajahnya di atas meja bar, tanpa ragu ia mendekatinya dan duduk tepat disebelahnya.

Ethan—sosok mungil itu masih bergeming, sepertinya belum menyadari kehadiran Jeffrey.

Jeffrey mencondongkan tubuhnya. “Wake up, pinky boy.” bisiknya rendah tepat di telinga Ethan.

Ethan berjengit dan menegapkan tubuhnya cepat. “Fuck.” ia menatap tajam pria asing disampingnya. “Bisa gak sih lo manggil dengan cara yang normal?!”

Jeffrey—pria asing itu hanya menampilkan senyum miringnya, tidak menggubris ocehan Ethan sama sekali. Ia mendaratkan siku diatas meja dan menompang dagu dengan tangannya.

Mendengus sebal, Ethan menatap Jeffrey dari atas sampai bawah. “Jadi lo, orang yang hamilin gue?”

“You didn't remember me?” tanya Jeffrey heran.

“Ngapain juga gue mesti inget sama orang-orang yang pernah jadi partner ONS?”

Jeffrey menatap Ethan datar. “Lo masih nyari partner ONS setelah main sama gue?”

“Enggak.” jawab Ethan jujur.

“Why?”

Ethan menggedikkan bahunya. “Entah, gue gak mood.”

Sudut bibir Jeffrey sedikit terangkat, ia menegapkan badannya dan bangkit dari kursi. “Ayo.”

“Kemana?” tanya Ethan bingung.

“Mobil. Disini terlalu bising.”

•••

“So, there is my baby?”

“Ini buktinya kalo lo gak percaya.” Ethan menyodorkan beberapa hasil testpacknya.

Jeffrey langsung mengambilnya dan menatap alat itu satu per satu dalam diam.

Ethan menghembuskan nafas kasar. “Kalo lo waktu itu pake kondom, gak bakal jadi gini urusannya.”

Jeffrey menghentikan aktifitasnya, ia menaruh alat itu di dashboard dan menatap Ethan yang kini sedang menundukkan kepalanya.

“Ethan.”

“Hm?”

“Lo nyesel?”

Ethan menggeleng pelan. “I dunno.” ia menggigit bibir bawahnya. “I just affraid..”

Jeffrey menghela nafas pelan. “Lo gak usah takut, gue serius kok bakal tanggung jawab semuanya.”

'Lo gak ngerti situasi gue, Jeff.' ujar Ethan dalam hati.

Ethan mendongak, menatap Jeffrey serius. “Jeffrey.”

“Ya?”

“Lo pengen bayi-nya, 'kan?”

Jeffrey terdiam sebentar sebelum mengangguk kecil.

“Okay.” Ethan menarik nafas dalam. “Berhubung ini bayi darah daging lo juga, I'll keep it.”

“Tapi setelah bayi-nya lahir, gue bakal pergi. Kita bener-bener putus kontak, dan anggep aja gak saling kenal satu sama lain.”

Jeffrey bergeming, tangannya mencengkram stir dengan kuat.

Ethan menghembuskan nafas berat. “Gimana? Deal? Kalo lo gak mau, gue bakal gugurin—”

“Deal.” sela Jeffrey cepat.

Ethan sedikit terkejut begitu mendengar Jeffrey menjawabnya tanpa ragu, kemudian ia tersenyum simpul.

“Tapi mulai sekarang, lo tinggal di tempat gue.” Jeffrey menatap Ethan datar. “Sampe bayi-nya lahir.”

“Hah?!”

— Bau —

“I'm here~” seru Johnny saat tiba di rooftop, ikut nimbrung bersama sahabat dan pacarnya yang sedang makan siang.

“Ah sial, bau banget.” umpat Ethan seraya menutup hidungnya sendiri.

“Hah? Bau apaan, Than?” tanya Ten heran.

Ethan tidak menggubris pertanyaan Ten, ia menatap jijik pria tinggi yang baru saja datang. “John! Lo gak mandi ya?!”

“Sembarangan lo, gue mandi tadi pagi!” protes Johnny tidak terima.

“Tapi lo bau, ih... Sono ah, jauh-jauh dari gue! Gue jadi enek nih.”

Johnny mencium bau badannya sendiri, tapi ia tidak menemukan bau yang aneh pada dirinya. “Lo kenapa sih, Than? Idung lo bermasalah, ya? Gue wangi gini dibilang bau.”

“Bau badan lo tuh yang bermasalah! Ugh, bau John..” rengek Ethan memelas.

Ten menatap bingung sahabatnya, tapi seketika ia menyadari sesuatu. “Ikut gue bentar!”

“Hah? Mau kemana??? Gue belom selesai makan!”

“Gak usah banyak bacot, nurut aja!”

Ethan akhirnya menurut setelah diberi death glare oleh Ten.

— 🍽 —

“Pagi, bibi Kim~” sapa Ethan seraya menuruni anak tangga, menuju dapur.

“Pagi, dek Ethan.”

Ethan menarik salah satu kursi meja makan, kemudian mendudukinya. “Hari ini menu sarapannya apa, bi?”

“Makanan kesukaan kamu, Gyeranjjim.” ujar bibi Kim seraya menyodorkan hidangannya.

*Gyeranjjim: Steamed Eggs

Ethan menutup hidung spontan begitu hidangan berada didepannya.

“Ugh—bibi, kok bau makanannya gak enak sih?” Ethan menatap kurang minat makanan kesukaannya. “Telornya gak busuk, 'kan?”

Bibi Kim merenyitkan dahi heran. “Gak busuk kok, dek. Bau makanannya juga kaya yang biasanya kamu makan.”

“Tapi ini baunya gak enak, bi~” rengek Ethan.

“Yaudah gak usah dimakan, nanti bibi buatin sarapan yang lain.” ujar Bibi Kim seraya mengambil hidangan itu. “Kamu mau makan apa?”

Ethan berpikir sejenak. “Mashed Potatoes aja, bi.”

“Oke, tunggu bentar ya.”

“Oke~” sahut Ethan girang, ia bahkan tidak terlalu memikirkan tentang penciumannya yang bermasalah tadi.

— 🏢 —

“Anjing.”

Ten menghela nafas yang kesekian kalinya, begitu mendengar sahabatnya mengumpat lagi.

“Udah, Than. Jangan marah-marahin Johnny terus, kasian anaknya udah melas banget daritadi. Gak usah buang-buang tenaga, nanti lo jadi capek sendiri.”

Ethan mendecak sebal dan langsung menatap Ten dengan tajam, tapi beberapa detik kemudian ekspresinya berubah menjadi sendu. Bibir bawahnya mengerucut, kedua alisnya tertekuk hampir menyatu, pupil besarnya bergetar hingga matanya memerah, dan air matanya pun kini terlihat menggumpal dikelopak matanya, siap untuk terjun bebas di pipi gembilnya.

“Eh??? Ethan, kok lo malah nangis sih?!”

Ten panik bukan main begitu tangis Ethan pecah. Ia langsung memeluk sahabatnya itu, mencoba untuk menenangkannya. Tapi yang terjadi malah tangis Ethan semakin menjadi, dan Ten dibuat bingung.

Untung saja hanya mereka berdua yang berada di rooftop gedung fakultasnya. Ten sedikit lega, karna setidaknya tidak ada orang lain yang terganggu dengan mereka.

“Es krim! Ayo kita beli es krim, gimana? Jangan nangis, nanti kita beli es krim yang banyak, oke?”

Ethan seketika diam.

Oh, sepertinya tawaran Ten barusan berhasil?

Ten mengerenyitkan dahi begitu mendengar gumaman tak jelas dari Ethan yang masih dipelukannya.

“Hah? Lo ngomong apa barusan?”

“Mau lima..” gumam Ethan lagi, kini cukup jelas.

“Lima??? Buset, banyak banget! Gak, gak boleh. Nanti lo bisa sakit, kalo makan es krim segitu banyaknya!”

Ethan melepas pelukan, wajahnya tertekuk lagi dan sudah siap untuk menangis.

Ten menghela nafas pelan. “Oke, deal. Lima. Ayo kita berangkat sekarang.”

“Yeay!!!” Ethan bangkit dengan semangat, seraya mengusap sisa-sisa air mata diwajahnya.

Ten hanya melongo ketika melihat sahabatnya itu sudah jalan mendahuluinya begitu saja. Seperti kejadian sebelumnya itu —Ethan yang menangis meraung-raung— tidak pernah terjadi.

“Ayo cepetan, Tennie!” seru Ethan dengan gembira.

Ten bergidik, masih merasa aneh mendengar panggilan dari sahabatnya itu. Ia lagi-lagi menghembuskan nafasnya, menggeleng pelan seraya menyusul Ethan.

Batin Ten masih bertanya-tanya, ada apa dengan Ethan? Mengapa sahabatnya jadi mood swing seperti itu? Aneh sekali, tidak seperti biasanya Ethan begitu.

— 🌃 —

“Kak Jongin.”

Merasa namanya terpanggil, Jongin mendongak menatap lelaki mungil yang kini tengah berdiri di hadapannya. “Taeyong?”

“Hai, kak. Boleh duduk?”

“Oh—iya, ayo duduk.”

Hening.

“Kak? Kok malah bengong?” tanya Taeyong heran karna Jongin sedari tadi hanya diam menatapnya, tidak mengatakan apapun.

“Ah, maaf.” Jongin mengusap tengkuknya canggung. “Aku pangling banget liat kamu sekarang, Yong. You looks different.”

Taeyong mengerjapkan matanya lucu, lalu terkekeh kecil. “Beda apanya, kak? Kayaknya dari dulu aku gini-gini aja deh.”

“Enggak, kamu beda banget dari terakhir kali aku liat dulu.” Jongin tersenyum manis. “Kamu sekarang keliatan lebih ceria—juga makin manis.”

“Ah, kak Jongin bisa aj—”

“Dia emang manis. Manis banget malah.” tiba-tiba saja suara bariton menginterupsi obrolan mereka dan sontak membuat keduanya menoleh bersamaan.

Jongin menatap bingung pria asing itu yang —entah dari mana asalnya— kini menduduki dirinya disebrang meja, sebelah Taeyong. “Maaf, anda siapa ya?”

“Gue ini pacar—Aw! Sakit sayang!” Jaehyun mengaduh dan meringis kesakitan, ia mengusap-usap pinggangnya yang terkena cubitan maut Taeyong.

“Pacar?” Jongin mengangkat satu alisnya, menatap Taeyong heran—meminta penjelasan.

“Err—maaf sebelumnya, kak.” Taeyong melirik Jaehyun sekilas. “Sebenernya aku dateng kesini gak sendiri, tapi aku bawa pacar. Dia sendiri yang maksa ikut sih.”

Jaehyun membuka mulutnya—hendak melayangkan protes, tapi langsung bungkam begitu mendapatkan death glare dari Taeyong.

Jongin terdiam sesaat, ia menatap Taeyong dan pria disebelahnya bergantian sebelum menyunggingkan senyum ramahnya.

“Oh, jadi dia pacar kamu sekarang?” Jongin mengulurkan tangannya pada Jaehyun. “Salam kenal. Gue Jongin.”

Pria berdimples itu menjabat sekilas tangan Jongin. “Jaehyun. Pacar Taeyong.”

“Kamu tuh kalo kenalan yang bener!” bisik Taeyong penuh tekanan pada Jaehyun.

Jaehyun tidak mengindahkan ucapan Taeyong dan malah mengecup gemas pipi kekasihnya itu. Ia tertawa begitu melihat wajah Taeyong yang memerah seperti kepiting rebus, tapi tak lama kemudian tawa itu berubah menjadi sebuah ringisan—karna kekasihnya mencubit pinggangnya berkali-kali.

Jongin hanya terkekeh melihat tingkah pasangan lovey dovey dihadapannya, ia pun berdeham pelan. “Kita pesen makan dulu, oke? Abis itu kita ngobrol santai.”

. . . . .

“Woah—jadi kak Jongin minggu depan mau nikah?! Selamat ya, kak!” Taeyong menatap buku undangan di tangannya dengan mata yang berbinar-binar.

“Makasih, Yong. Nanti jangan lupa dateng, ya?”

“Aku pasti dateng, kak! Hehe”

“Pacarnya juga boleh diajak kok.” goda Jongin melirik pria disebelah Taeyong.

Jaehyun hanya tersenyum tipis.

“Oh iya, kak. Kenapa calonnya gak diajak makan malem sekalian?” tanya Taeyong penasaran.

“Dia gak bisa, Yong. Kita gak dibolehin ketemu dulu sampe hari H. Minggu kemarin pas aku pertama kali ngajak kamu itu tadinya mau sekalian dikenalin juga, tapi kamunya malah gak bisa.”

“Ah, itu.. Maaf ya kak.”

“Gapapa, bukan salah kamu kok. Kamu bisa liat dia di altar nanti.”

Taeyong mengangguk semangat. “Semoga lancar sampai hari-H ya, kak.”

“Amen. Kalian juga, semoga langgeng terus ya sampe ke jenjang yang serius.”

“Semoga.” Taeyong melihat kebawah begitu merasakan remasan lembut pada punggung tangannya, itu ulah kekasihnya—Jaehyun.

Taeyong tersenyum, ia membalikkan tangannya, menelusupkan jari-jari mungilnya di sela jemari tangan Jaehyun dan memeluknya erat. Rasanya sangat nyaman dan hangat, Taeyong menyukainya.

— 🚗 —

“Siapa?”

“Hah?”

“Kamu bales chat siapa? Mantan?” tanya Jaehyun seraya menarik seatbelt Taeyong; memasangnya, sebelum memasang seatbeltnya sendiri.

Taeyong menghela nafas pelan. “Namanya Jongin, Jaehyun. Dan iya, aku abis bales chat dia.”

“Oh.”

Taeyong mengulum senyumnya begitu mendengar balasan singkat dari kekasihnya.

Ah, rupanya Jaehyunnya sedang merajuk. Kekasihnya itu bahkan tidak menatapnya, malah sibuk memandangi jalanan dihadapannya dengan bibir bawahnya yang mengerucut, sangat menggemaskan!

“Jaehyun.”

“Hm?”

“Liat aku.”

Jaehyun menurutinya. Kini mereka saling bertatapan, hening beberapa saat sebelum si mungil melontarkan sebuah pertanyaan.

“Kamu cemburu?”

Jaehyun menghembuskan nafas pelan. “Aku cuma sedikit kesel.” ia meraih satu tangan Taeyong, menautkan jemarinya disela-sela jari mungil kekasihnya. “Aku baru pertama kali pacaran dalam seumur hidup, kamu yang pertama buat aku. Dan pas tau kamu punya mantan, aku jadi agak takut—”

“Jaehyun, dengerin aku.” Taeyong menatap lurus mata Jaehyun seraya mengeratkan tautan jemarinya. “Kak Jongin itu cuma masa lalu aku, kamu gak usah khawatir. Sekarang dan seterusnya, dihati aku cuma ada kamu. Selamanya bakal begitu. Aku sayang sama kamu, Jaehyun.”

Jaehyun tersenyum manis begitu mendengar penjelasan yang dilontarkan kekasihnya itu, terdengar begitu tulus. “Aku tau.” ia menarik dan mengecup punggung tangan Taeyong lembut.

“Aku juga sayang sama kamu. Makasih, Taeyong.”

Istilah Omegaverse / A.B.O (Fujoz's ver.)

A : Alpha (dominant), kedudukan paling tertinggi. B : Beta (neutral), wakil dari Alpha/ kedudukannya dibawah Alpha. O : Omega (submissive), kedudukan paling rendah.

— About Alpha — 1. Alpha ditakdirkan untuk Omega. 2. Alpha terdiri dari laki-laki dan perempuan. 3. Mereka bisa sama-sama 'menghamili'. 4. Female Alpha bisa tumbuh penis 'sementara', jika ingin melakukan 'mating'. 5. Alpha mengalami masa 'kawin' yang biasa disebut 'rut'.

— About Beta — 1. Beta itu termasuk 'normal', tidak seperti Alpha & Omega yang mempunyai kelebihan khusus. 2. Beta bisa atau tidak bisa menghamili Omega. 3. Beta bisa jadi pengganti Omega untuk Alpha, dan bisa juga jadi pengganti Alpha untuk Omega.

— About Omega — 1. Omega ditakdirkan untuk Alpha. 2. Omega terdiri dari laki-laki dan perempuan. 3. Mereka bisa 'mengandung', karna memiliki 'rahim'. Termasuk laki-laki atau istilah lainnya MPREG (Male Pregnant). 4. Omega bisa hamil, hanya jika melakukan 'mating' pada masa 'heat'. 4. Male Omega menghasilkan 'lubrikasi/pelumas' pada anus nya saat 'mating'. 5. Omega mengalami masa 'kawin' yang biasa disebut 'heat' (masa subur).

Istilah lain :

  1. Pheromone : Aroma khusus yang keluar dari tubuh Alpha maupun Omega, biasanya aroma ini keluar saat masa 'heat'.

  2. Rut / Heat : Masa 'kawin'. Biasanya terjadi selama satu minggu atau lebih, tergantung 'Authornya' dalam membuat cerita.

  3. Supressant : Obat pereda masa 'heat', khusus Omega.

  4. Scenting : Membalut 'pheromone' / aroma. Biasanya Alpha akan melakukan 'scenting' pada Omega yang diincar/disukainya, sebagai tanda 'klaim kepemilikan'. Hanya membalut aroma si Omega dengan aroma sang Alpha, tidak 'kawin'.

  5. Mating : Proses perkawinan/ penyatuan. Having sex saat masa 'kawin'.

  6. Marking : Menandai secara utuh. Biasanya dilakukan oleh pasangan Alpha & Omega jika ingin melakukan 'bonding', dengan cara menggigit tengkuk leher sang Omega. Menjadikannya 'mate for life'.

  7. Mate : Pasangan resmi. Ketika seorang Alpha/Beta menjadikan seorang Omega sebagai 'mate' nya, maka 'pheromone'/aroma Omega tersebut sudah tercampur dengan aroma sang Alpha/Beta, sehingga ia tidak akan didekati Alpha/Beta lain.

  8. Bonding : Penyatuan sekaligus menandai. Jika pasangan Alpha & Omega telah melakukan 'bonding', Omega hanya bisa merespon Alpha pasangannya saja ketika masa 'heat'.

  9. Knotting : Alat vital Alpha. Memiliki kemampuan khusus seperti; menghasilkan banyak sperma daripada manusia pada umumnya & dapat membuat keturunan dengan mudah.